Allah Subhannahu wa
Ta’ala berfirman yang artinya,
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan sesuatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka.¡¨ (QS. al-Ahzab : 36)
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan sesuatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka.¡¨ (QS. al-Ahzab : 36)
Di dalam ayat yang
lain, artinya,
¡§Barangsiapa menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah.¡¨ (QS. an-Nisa¡¦ :80)
¡§Barangsiapa menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah.¡¨ (QS. an-Nisa¡¦ :80)
Dan juga firman-Nya,
artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi , dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras, sebagaimana kerasnya sebagian kamu terhadap yang lain, supaya tidak gugur (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari.” (QS. al-Hujurat : 2)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi , dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras, sebagaimana kerasnya sebagian kamu terhadap yang lain, supaya tidak gugur (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari.” (QS. al-Hujurat : 2)
Al-Imam Ibnul Qayyim
berkata mengomentari ayat ini, ¡§Maka Allah Subhannahu wa Ta’ala memperingatkan
kaum mukminin tentang gugurnya amalan mereka karena mengeraskan suara kepada
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam sebagaimana mereka mengeraskan suara
kepada temannya. Hal ini tidak menunjukkan kemurtadan, akan tetapi merupakan
kemaksiatan yang dapat menggugurkan amalan, sedangkan pelakunya tidak merasakan.
Maka bagaimana lagi terhadap orang yang mengesampingkan perkataan Rasul
Shalallaahu alaihi wasalam, petunjuk serta jalanya, lalu mengutamakan
perkataan, petunjuk dan jalan selain beliau? Bukankah hal ini sungguh telah
menggugurkan amalannya, sedang mereka tidak merasakan?
Diriwayatkan dari
al-Irbadh bin Saariyah dia berkata, ¡§Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam
telah memberikan nasehat kepada kami dengan suatu nasehat yang membuat hati
menjadi tergetar dan air mata pun bercucuran. Maka kami berkata, ¡§Wahai
Rasulullah, seakan-akan nasehat itu adalah nasehat orang yang akan berpisah,
oleh karena itu berilah nasehat kepada kami. Beliau berkata,
¡§Aku nasehatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah dan mendengar serta taat, walaupun yang memerintahkan kalian adalah seorang budak, maka barangsiapa yang hidup di antara kalian, maka dia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu wajib atas kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para Khulafa¡¦-ur Rasyidiin yang mendapat petunjuk setelahku, gigitlah (pegang teguhlah) oleh kalian sunnah itu dengan gigi geraham. Dan berhati-hatilah kalian dari setiap hal yang baru, karena sesungguhnya setiap hal yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap yang sesat di dalam neraka.¡¨
¡§Aku nasehatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah dan mendengar serta taat, walaupun yang memerintahkan kalian adalah seorang budak, maka barangsiapa yang hidup di antara kalian, maka dia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu wajib atas kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para Khulafa¡¦-ur Rasyidiin yang mendapat petunjuk setelahku, gigitlah (pegang teguhlah) oleh kalian sunnah itu dengan gigi geraham. Dan berhati-hatilah kalian dari setiap hal yang baru, karena sesungguhnya setiap hal yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap yang sesat di dalam neraka.¡¨
Berkata Abu Bakar Ash
Shidiq, “Tidaklah pernah aku meninggalkan perbuatan yang Rasulullah Shalallaahu
alaihi wasalam telah melakukannya, melainkan aku selalu melakukannya. Dan
sesungguhnya aku takut jika aku meninggalkan sesuatu dari perintahnya, maka aku
akan menyimpang (tersesat).
Ibnu Bathoh
mengomentari hal ini dengan perkataannya, “Wahai saudaraku! Ini ash-Shidiqul
akbar, beliau merasa takut terhadap dirinya dari penyimpangan jika beliau
menyelisihi sesuatu dari perintah Nabinya. Maka bagaimana pula terhadap suatu
zaman yang masyarakatnya telah menjadi orang-orang yang memperolok-olok Nabi
mereka dan perintahnya, bangga dengan suatu yang menyelisihi perintahnya dan
bangga dengan pelecehan sunnahnya. Kita meminta kepada Allah ƒ¹agar terjaga
dari ketergelinciran dan memohon keselamatan dari amalan-amalan yang jelek.
Dari Abi Qilaabah dia
telah berkata, “Jika kamu mengajak berbicara kepada seseorang dengan sunnah,
kemudian orang tersebut berkata, ¡§Tinggalkan ini dan berikan padaku Kitab
Allah Subhannahu wa Ta’ala (saja), maka ketahuilah bahwasanya dia adalah orang
yang sesat.”
Berkata al-Imam
asy-Syafi’i, “Kaum muslimin telah bersepakat, bahwa barangsiapa yang telah
jelas baginya sunnah Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , maka tidak halal
baginya untuk meninggalkan sunnah tersebut dikarenakan perkataan seseorang.¡¨
Berkata al-Imam
al-Barbahari, “Apabila kamu mendengar seseorang mencerca atsar atau menolak
atsar atau menginginkan yang selain atsar, maka ragukanlah dia tentang
keislamannya, dan janganlah kamu ragu bahwasanya dia adalah seorang pengikut
hawa nafsu yang mubtadi’.
Disegerakan Balasan
bagi Orang yang Melecehkan Sunnah
Diriwayatkan dari
Salman bin Al Akwa, “Bahwasanya seseorang pernah makan di sisi Rasulullah n
dengan tangan kirinya. Maka beliau berkata, “Makanlah dengan tangan kananmu.¡¨
Orang itu berkata, “Saya tidak bisa. Maka beliau berkata, “Kamu tidak akan
bisa, tidaklah ada yang menghalangi orang tersebut (untuk makan dengan tangan
kananya) melainkan hanya kesombongan. Berkata Salman, “Maka orang tersebut pun
(akhirnya) tidak bisa mengangkat tangan kanannya ke mulutnya.
Berkata Abu Abdillah
Muhammad bin Ismail at-Tamimi, ¡§Aku pernah membaca di dalam sebagian
kisah-kisah, bahwasanya pernah ada seorang ahlul bid’ah tatkala mendengar sabda
Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, “Apabila salah seorang di antara kamu bangun
dari tidurnya, maka janganlah mencelupkan tangannya ke dalam bejana hingga dia
mencucinya terlebih dahulu, karena dia tidak tahu di mana tangannya bermalam.”
Maka ahlul bid’ah tersebut berkata dengan nada mengejek, “Aku mengetahui di
mana tanganku bermalam di atas tempat tidurku.¡¨ Maka ketika dia bangun dia
dapati tangannya telah masuk ke dalam duburnya sampai ke pergelangan tangannya.
Berkata at-Tamimi, “Hendaklah seseorang takut untuk menganggap ringan terhadap
sunnah-sunnah dan masalah-masalah yang seharusnya tawaquf (diam). Maka
hendaklah anda melihat terhadap apa yang terjadi pada orang-orang tersebut
akibat perbuatan jeleknya.
Sikap Kaum Salaf
terhadap Penentang Sunnah
Dari Qatadah dia
berkata, “Ibnu Sirin pernah mengatakan kepada seorang tentang suatu hadits dari
Nabi Shalallaahu alaihi wasalam kemudian orang tersebut berkata, ¡§Si Fulan
telah berkata demikian dan demikian, maka Ibnu Sirin berkata, ¡§Aku mengatakan
kepadamu dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam sedang engkau mengatakan si Fulan
dan si Fulan telah berkata demikian dan demikian, maka aku tidak akan berkata
kepadamu selamanya.¡¨
Berkata Abu as-Saaib,
¡§Kami pernah bersama Waki’ maka dia berkata kepada seorang yang ada di
sisinya, yang termasuk orang yang berpandangan dengan akalnya, ¡§Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam telah melakukan isy’ar (menandai hewan sembelihan
dengan sedikit melukai kulitnya), dan berkata Abu Hanifah bahwa isy¡¦ar itu
adalah memberi tanda. Maka berkatalah orang tersebut bahwasanya telah
diriwayatkan dari Ibrahim an-Nakho’i, bahwa dia berkata, ¡§Al-isy’ar adalah
menyakiti.¡¨
Berkata (Abu Saaib),
¡§Maka aku melihat Waki’ marah dengan sangat marahnya dan berkata, ¡§Aku telah
berkata kepadamu “Telah bersabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam sedang
engkau berkata, “Telah berkata Ibrahim” maka tidak ada yang menghalangi kamu
agar kamu ini dipenjara kemudian tidak dilepaskan sampai kamu menarik kembali
perkataanmu ini.¡¨
Dari Khordzad bin
al-’Abid dia berkata, ¡§Abu Muawiyah adh-Dharir meriwayatkan di sisi Harun
ar-Rasyid tentang hadits, “Adam beradu argumen dengan Musa.” Maka tiba-tiba
berkata seorang dari bangsawan Quraisy “Di mana Adam bertemu dengannya
(Musa)¡¨. Maka Harun ar-Rasyid pun marah dan berkata, ¡§Untuk perkataan (yang
mengada-ada) adalah pedang, dia seorang zindiq yang mencerca hadits.¡¨ Maka Abu
Muawiyah terus berusaha menenangkan beliau lalu berkata, ¡§Sabar wahai Amirul
Mu’minin, bahwa dia belum paham, sampai akhirnya beliau tenang.¡¨
Inilah nash-nash
kitab dan sunnah tentang pengagungan Sunnah, serta beginilah sikap para salafus
sholih terhadap orang-orang yang menentang sunnah. Kita lihat pada diri mereka
terdapat kekuatan, keteguhan dan ketegasan terhadap orang yang menampakkan
sesuatu yang di dalamnya terdapat penentangan terhadap sunnah.
Maka bandingkanlah
sikap mereka terhadap orang-orang yang menentang sunnah dengan sikap orang di
masa ini tatkala melihat orang yang menentang serta mengolok-olok Sunnah.
¡§Ya Rabb kami
Janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau
memberi petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi
Engkau, karena sesungguhnya Engkau Maha Pemberi (karunia).
Di sadur oleh
Purwanto dari kitab ¡§Ta¡¦zhimus sunnah wa mauqif as-salaf mimman ¡¥arodhoha au
istahza¡¦a bisyai-in minha,¡¨ Abdul Qayyum bin Muhammad bin Nashir
as-Suhaibani.
0 komentar:
Posting Komentar